Urban Permaculture / Permakultur Perkotaan – Bumiku Satu DAAI TV

Siapa bilang permaculture hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki lahan luas dan terletak di pedesaan nun jauh disana? Pendapat yang tidak tepat.

Kami yang memiliki lahan di tengah kompleks perumahan diatas bukit di daerah urban bisa kok berpermaculture. Kami telah berpermaculture selama hampir tujuh tahun. Hanya dengan lahan seluas kurang lebih 750 meter persegi yang tadinya merupakan lahan kritis gundul serta tempat pembuangan sampah serta sisa bahan kimia (pestisida, herbisida) kami membutuhkan waktu selama dua tahun penuh untuk melakukan detoxifikasi lahan dan soil preservation serta total waktu tiga tahun untuk mengembalikan ekosistem alami.

Sekarang, kebun gundul gersang kami sudah berupa mini food forest yang dipenuhi oleh puluhan pohon buah, sayuran perennial, sayuran biennial, tanaman umbi karbohidrat, sayuran annual, tanaman herba dan rempah serta bebungaan pengundang serangga penyerbuk dan beneficial insect lainnya. Kami tidak pernah memiliki masalah dengan hama, karena di kebun kami sudah tercipta predator alami. Beragam jenis burung, serangga, kupu-kupu, laba-laba, kunang-kunang, kodok, katak, tupai, kelelawar hingga ular hijau senantiasa berinteraksi dengan hewan free range yang kami miliki berupa kambing ettawa, entog, soang, kelinci, ayam, ikan serta kucing-kucing kami.

Kami sudah menjalani gaya hidup sustainable living dengan memenuhi 80% kebutuhan pangan, baik itu karbohidrat dari umbi-umbian, protein dari telur dan daging, sayuran, bumbu dan buah buahan. Sisanya 20% yang belum dapat kami penuhi, berupa garam, gula aren, bumbu kering (kemiri, pala, jinten, kapulaga), minyak kelapa dan beras organik kami dapatkan dari petani organik sekitar.

Selain membangun kebun dan rumah dari 99% barang bekas, kami pun telah melakukan total waste management dari mulai pengolahan limbah anorganik menjadi ecobrick, limbah septic tank yang diolah ke biodigester, limbah dapur yang kami buat menjadi MOL (mikroorganisme lokal), limbah kulit buah yang kami jadikan eco enzyme untuk bahan pembersih dan desinfektan serta pengolahan air limbah yang kami proses melalui aquaculture serta banana circle dikebun. Hasil dari pengolahan air limbah ini kami gunakan kembali (re-use) untuk menyiram kebun. Dengan kata lain, kami telah pula melakukan Water Conservation secara maksimal dan bijaksana. Disaat musim hujan, kami juga melakukan rain water harvesting untuk penyimpanan selama musim panas.

Kami mengawetkan hasil panen berlimpah dengan melakukan proses pengasapan, proses pembuatan selai, syrup, acar, kimchi, sauerkraut, fermentasi bahkan membuat cuka buah dan wild yeast yang kami gunakan untuk membuat roti dan kue.

Tidak ada pemborosan energi dan jejak karbon. Tidak ada sampah yang terbuang, semuanya berputar dan dikembalikan lagi ke tanah. Semuanya berputar di dalam lingkaran kehidupan yang tidak terputus. Itulah essensi dari Permaculture dan Sustainable Living.

Tayang Jumat, 31 Mei 2019 di DAAI TV.