Tapi bagaimana membiasakan anak saya atau suami saya atau saya sendiri untuk menikmati pohpohan ya bunda? Karena kami tidak terbiasa makan lalapan. Well…sebenarnya terkadang masalah kebiasaan makan ini adalah mindset, saat saya beberapa tahun tinggal di korea dan jajan tteok-bokki yang dari texture dan rasa hampir menyerupai cilok, hotteok yang mirip dengan misro atau bungeoppang yang dapat kita buat versi lebih sehat dan Indonesia dengan tepung sorghum dan santan. Ada kelucuan tersendiri saat saya kembali ke Indonesia dan menemukan banyak orang Indonesia sedang kekoreaan. But it’s oke. Malahan suatu keuntungan sih untuk menyelipkan kearifan lokal Indonesia ke sesuatu yang sedang kekinian. Pakai saja daun pohpohan sebagai pembungkus seperti kalau kita menikmati Ssam, yaitu daging bakar khas korea yang disantap dengan cara dibungkus dalam daun sawi, daun wijen atau perilla.
Sebagai ganti daging panggang, kami menggunakan daging balado pedas atau lauk apapun yang bunda miliki. Ambil dua atau tiga lembar daun pohpohan, masukkan nasi hangat, taruh sepotong kecil balado, bungkus dan hap. Lebih nikmat dan agak manipulatif kalau dinikmati sambil nonton film yang berbau korea, supaya lebih bisa menghayati gitu. Dan jangan bilang ini khas Indonesia kalau ke orang yang sedang demam kokoreaan, bilang saja yuk kita makan Ssam. It always works for us to trick toodlers and millenial kids to have some Indonesian traditional cuisine in their point of view of kekinian. Yuk kita makan Ssam.