Alkisah setahun lalu kami memiliki beberapa buah kunyit ukuran besar, karena kami masih memiliki persediaan kunyit kering akhirnya kami memutuskan untuk menanam kunyit tersebut dengan memotek2 umbinya jadi kecil-kecil dan berharap si umbi ini tumbuh jadi banyak bwahaha… Perbedaan antara medit dan irit itu tipis jendral!. Tapi saat mau menanam kami lumayan kebingungan karena semua bed sudah penuh dan sudut2 sudah terisi. Akhirnya kami screening kesegala penjuru kebun dan voilaaaa… Kami menemukan spot kosong disepanjang tembok yang di depan temboknya sudah ditanami pohon lemon dan mangga serta disepanjang temboknya sudah kami rambati telang. Karena benihnya berupa potekan kuecil irit bin medit itu kami sama sekali enggak berharap banyak. Jadinya kami asal saja menyelipkan dibelakang pepohonan buah dan karena memang nyelip otomatis kami beneran lupa akan kehadiran di kunyit ini.
Saat kemarin kami membersihkan sudut2 yang terlupakan itulah kami menemukan barisan pohon kunyit kurus kering yang daunnya sudah menguning pertanda siap panen (slide 4). Kami pun jejingkrakan dan berniat untuk memanen and how we amaze, dari satu pohon kurus kering (bukan rimpun) kami menggali sampai 2 kg umbi kunyit. Hari ini kami hanya berhasil menggali 6 pohon kunyit kuyus dan memanen 17 kilo umbi kunyit gendut dan 2 kg calon bibit kunyit baru ngoahaha. Ini defenisi dari harta karun beneran, dari seupil kecil umbi (palingan setengah jempol) dapat menghasilkan puluhan kali lipat. Itu juga area penanamnya ngasal pisan, nempel tembok dan pohon dan dilupakan setahun tapi tetap kunyit ini menyediakan hasil yang luar biasa. Betapa alam akan membalas kebaikan kita sekecil apapun dengan balasan paling besar yang dapat mereka berikan. How we felt ashamed and gratefull at the same time for our permaculture garden.
Besok kami mau lanjut panenan kunyit (masih ada belasan pohon kunyit kurus) dan rimpang yang lain, tampaknya temu kunci dan temu mangga sudah menunggu.