Suatu ketika saat berbincang dengan rekan, beliau bercerita bahwa sahabat beliau ini agak trauma dengan permaculture. Mendengarnya saya agak shock dan bertanya apa alasannya dan beliaupun menjelaskan perlahan. Ternyata ke-trauma-an sahabat beliau ini terjadi karena pernah suatu ketika berkunjung ke salah satu kebun pelaku permaculture dan mendapati bahwa kebunnya itu seperti kebun ilalang dan melihat banyak tanaman yang mati karena dimakan hama. Sahabat beliau yang tidak memahami permaculture ini dengan polosnya bertanya kenapa hamanya tidak diatasi, dan sang pelaku permaculture menjawab bahwa dalam permaculture tidak boleh membunuh hewan secara sengaja.
Ada yang salah dengan cerita ini? Kalau hanya dilihat dari satu sisi sang sahabat rekan, kondisi ini terkesan salah akan tetapi kalau dilihat dari sang pelaku ya tidak salah. Yang kurang dari cerita diatas adalah penjelasan yang kurang dari pelaku dan pemahaman yang kurang dari sahabat rekan.
Didalam permaculture keindahan haruslah menjadi nomor 1, namun berbeda dengan keindahan ala pertanian konvensial yang menyerupai garis lurus saja. Permaculture terlihat lebih padat, rimbun dan tidak berjarak dengan rimbunan bunga pengundang polinasi menyembul dibeberapa bagian atau sisi yang tidak terduga. Akan tetapi mudahkah mengaplikasikan hal tersebut? Mudah, but, it takes time. Butuh waktu untuk menyelaraskan bentuk tanaman dan lebih butuh waktu lagi untuk mengundang serangga baik untuk melawan hama jahat. Jadi, kemungkinan sang sahabat rekan itu berkunjung ke tempat yang benar di waktu yang salah. Waktu awal ber-permaculture saat masih menunggu tanaman tumbuh, saat masih beradaptasi dengan hama dan menunggu keberagaman hewan.
Peemaculture wajib indah dan berbunga-bunga, karena secara psikologis kebun yang indah akan menarik perhatian dan menambah semangat dalam berkebun. Secara psikologis juga, bentuk lahan pertanian konvensional yang bentuknya lurus saja akan menimbulkan kebosanan bagi yang melihat dan berkebun.
Jadi, mau berkebun indah dan cantik ya permaculture jawabannya.